Bioremediasi
A. Pengertian
Bioremediasi adalah pemanfaatan mikroorganisme (jamur, bakteri) untuk
membersihkan senyawa pencemar (polutan) dari lingkungan. Bioremediasi juga dapat
dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara
biologi dalam kondisi terkendali.
B. Tujuan
Bioremediasi
bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang
kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan
kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari
lingkungan.
C. Mekanisme
Pada proses ini terjadi
biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang
kurang toksik atau tidak toksik. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan
mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung
pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi
tidak kompleks, dan akhirnya menjadimetabolit yang tidak berbahaya dan tidak
beracun. Pendekatan
umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan
cara:
1. seeding,
mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi
instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous
(bioaugmentasi)
2. feeding,
memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi
(bioventing).
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi,
biotransformasi dan biokatalis.
Menurut Dr. Anton Muhibuddin, salah satu mikroorganisme yang
berfungsi sebagai bioremediasi adalah jamur vesikular arbuskular mikoriza
(vam). Jamur vam dapat berperan langsung maupun tidak langsung dalam remediasi
tanah. Berperan langsung, karena kemampuannya menyerap unsur logam dari dalam
tanah dan berperan tidak langsung karena menstimulir pertumbuhan mikroorganisme
bioremediasi lain seperti bakteri tertentu, jamur dan sebagainya.
Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat
ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya
(senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan
dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain
logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi
seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain.
Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang
diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang
lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme,
identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan
untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting
untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi.
Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita
tentang bagaimanamikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang
diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan.
Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan
adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi.
Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis
lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah di
ujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena
strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah
yang terbatas. Strain ini pun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen
molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
Pada bioremediasi
microbial terdapat faktor-faktor utama yang menentukan: yaitu Populasi mikroba,
Konsentrasi nutrien, Pasokan oksigen, Suhu dan kelembaban.
D. Jenis-jenis bioremediasi
Jenis-jenis bioremediasi di bagi menjadi 2 yaitu:
a. Bioremediasi
yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu
1. Biostimulasi
Merangsang pertumbuhan
mikroba endogenik. Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan
ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan
aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau
tanah tersebut.
2. Bioaugmentasi
Menambahkan mikroba yang
sudah beradaptasi pada daerah yang tercemar sehingga meningkatkan kemampuan populasi
mikroba endogen dalam biotransformasi. Mikroorganisme yang dapat membantu
membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang
tercemar. Cara
ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu
tempat. Tetapi proses ini mempunyai hambatan yaitu sangat sulit untuk
mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang
dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang
terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan
yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
3. Bioremediasi
Intrinsik
Bioremediasi jenis ini
terjadi secara alami (tanpa campur tangan manusia) dalam air atau tanah yang
tercemar.
b. Bioremediasi
berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
1. In
situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang digunakan berada pada
tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan
oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi
2. Ex
situ : bioremediasi yang
dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat lain,
setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi perlakuan
khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan
mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan
dan jenis tanah yang lebih beragam.
E. Kelebihan
Kelebihan
teknologi ini adalah:
1.
Relatif lebih ramah lingkungan,
2.
Biaya penanganan yang relatif lebih murah
3.
Bersifat fleksibel.
F. Teknik Dasar
Ada
4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
1. Stimulasi
aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien,
pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
2. Inokulasi
(penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang
memiliki kemampuan biotransformasi khusus
3. Penerapan
immobilized enzymes
4. Penggunaan
tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
5 MIKROORGANISME YANG BERPERAN DALAM BIOREMEDIASI
1.
BAKTERI NICTOBACTER
Bakteri ini merupakan bakteri probioaktif yang mampu bekerja
menguraikan bahan organik protein,karbohidrat,dan lemak secara
biologis.Bermanfaat dalam menguraikan NH3 dan NO pada
sampah,tinja,dan kotoran hewan ternak,dan dapat menekan populasi bakteri
patogen pada penampung tinja yang menyebabkan sumber air tanah akan
terkontaminasi jika air remebesan tinja bercampur dengan sumber air tanah.
2.
BAKTERI
PSEUDOMONAS
Bakteri Pseudomonas sp.
merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis
hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya
bioremediasi lingkungan akibat pencemaran minyak bumi. Bahan utama minyak bumi
adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga
mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%.
Salah satu faktor yang sering
membatasi kemampuan bakteri pseudomonas dalam mendegradasi
senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga
sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri pseudomonas
dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi
biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam
sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri
Pseudomonas :
a)
Surfaktan dengan berat molekul
rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan
fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini
bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan
medium cair.
b)
Polimer dengan berat molekul besar,
yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium
cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta
kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
3.
BAKTERI
ENDOGENOUS
Tidak hanya mengendalikan senyawa amoniak dan nitrit, teknik
bioremediasi dengan menggunakan bakteri endogenus juga bertujuan untuk
mengendalikan senyawa H2S yang banyak menumpuk di sedimen
tambak.Dengan menggunakan bakteri fotosintetik dari jenis Rhodobakter untuk
menghilangkan senyawa H2S. “Hasilnya H2S tidak terdeteksi
sama sekali di tambak,”Untuk mengatasinya dia menggunakan bakteri dari jenis
Bacillus. “Karena bakteri Bacillus yang di gunakan merupakan bakteri
endogenous, maka efektivitasnya lebih baik jika dibandingkan dengan produk
bioremediasi dengan menggunakan bakteri dari luar Indonesia,”
4.
BAKTERI
NITRIFIKASI
Nitirifikasi untuk menjaga keseimbangan senyawa
nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) di sistem tambak. Pendekatan
bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan kelebihan residu senyawa
nitrogen yang berasal dari pakan, dilepaskan bempa gas N2 1 N20 ke
atmosfir. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit
atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit
menjadi dinitrogen oksida (N20) atau gas nitrogen
(N2).
5.
BAKTERI
PEREDUKSI SULFAT
Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga
dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada
kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai
hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan
tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.
Menjual berbagai macam jenis chemical untuk wtp, wwtp, STP Ipal bakteri nutrien dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi kami di email tommy.transcal@gmail.com
BalasHapusMobile:081310849918